D for Decision (Fanfiction)

"Nee, Honoka-senpai, apakah Hibiki-senpai betulan akan datang?" sambil mengaduk jus jeruknya, Moca melempar pertanyaan ke Honoka yang sedang sibuk membawa nampan berisi lemon cheesecake dari arah dapur kedai.

"Ah, benar! Hibiki..." karena sejak tadi sibuk melayani pelanggan yang datang silih-berganti di kedai kecil milik kedua orangtuanya, Honoka seperti melupakan Kouketsu Hibiki yang batang hidungnya tidak kunjung nampak. Bahkan pelanggan pergi dan tanda di pintu masuk berubah menjadi closed, anak itu tetap tidak menunjukkan tanda-tanda akan datang. "Entahlah, terakhir kali dia memberi kabar kalau akan datang ke kedai hari ini."

"Hei, bukankah itu sudah nyaris lima jam yang lalu?" Naoto langsung mengambil salah satu lemon cheesecake begitu Honoka mendaratkan nampan di meja.

"Mungkinkah terjadi sesuatu pada Hibiki?" Raut khawatir terlihat dengan jelas di wajah Yusuke. Tidak biasanya Hibiki begini. Biasanya gadis itu akan rajin memberi kabar di grup. Dan jika ingatannya mundur ke beberapa belas jam lalu, Yusuke merasa ada  sesuatu yang aneh dengan Hibiki. Sesuatu yang belum siap dibagikan pada siapapun.

"Yusuke-senpai, tolong jangan memperburuk keadaan." Sambil menusukkan garpunya ke lemon cheesecake, Moca bersungut-sungut. Yang mereka butuhkan saat ini adalah kalimat penenang agar tidak khawatir, bukannya kalimat provokatif yang semakin memicu rasa khawatir. "Tidak ada yang mau menelepon Hibiki-senpai, nih?" Moca menaikkan alis sekilas, kemudian pandangannya tertuju pada Yusuke. Seperti sedang memberi kode agar kakak kelasnya itu menghubungi Hibiki. Karena setelah berbulan-bulan berada di klub yang sama dengan mereka serta mengajukan diri untuk menjadi pekerja paruh waktu di kedai ini, Moca mulai menyadari ada sesuatu di antara mereka.

"Kenapa ak—"

"Oh? Hibiki? Selamat dat—"

"Hibiki?"

Hibiki, yang datang dengan mata sembab dan maskara luntur, langsung menghambur ke pelukan Honoka. Kemudian menangis tanpa suara. Teman-temannya semakin bertambah khawatir, tetapi tidak bisa melakukan apapun selain berusaha menahan diri dan membiarkan Hibiki tenang dengan sendirinya.

"Sudah lebih lega?" tanya Honoka sambil mengelus lembut kepala Hibiki. Melihat Hibiki yang mengangguk lemah membuat senyum kecil di wajah Honoka terbit. "Kalau begitu, ikut ke kamar yuk! Akan kuperbaiki riasanmu."

Sepeninggal Honoka dan Hibiki, ketiga anak yang tersisa mulai melancarkan aksi mereka. Moca menamainya "ayo kita main tebak-tebakan kenapa Hibiki-senpai nangis begitu", tetapi Yusuke dan Naoto menggeleng kompak, tidak setuju dengan nama aneh yang diusulkan gadis termuda di klub mereka itu.

"Jadi, kira-kira kenapa Hibiki bisa begitu? Apakah dia sedang bertengkar dengan pacarnya?" Naoto memulai percakapan sambil menggigit sedotan dan menyesap perlahan fruit punch miliknya.

"Ngawur! Hibiki-senpai masih jomblo tahu! Masa sih Naoto-senpai tidak tahu soal ini?" Moca melayangkan pukulan pelan pada lengan Naoto, untuk menyadarkan sang kakak kelas kalau pertanyaannya yang barusan tidak memiliki dasar yang jelas.

"Ya mana kutahu, Hibiki kan tidak pernah cerita soal itu padaku." Naoto menjawabnya dengan cuek. "Mungkin sedang ada masalah dengan orangtuanya?"

"Hibiki hanya tinggal dengan kakaknya di sini, orangtuanya tinggal di Nagoya." Timpal Yusuke. Sesekali bola matanya diarahkan ke lantai dua kedai yang merupakan tempat tinggal keluarga Honoka. Belum ada tanda-tanda Honoka dan Hibiki akan kembali. Hah, apakah semua anak perempuan akan lama kalau sudah berurusan dengan riasan wajah?

"OH!" Teriakan Moca membuat Yusuke yang fokusnya sedang terpecah antara minum mojito dan melirik ujung tangga jadi tersedak. "Pfft, gomen, gomen, Yusuke-senpai."

"Dasar anak durhaka!" Yusuke pura-pura marah, padahal sebenarnya dalam hati sedang merutuki kebodohannya sendiri. Sementara Naoto terbahak sampai nyaris terjungkal dari kursinya.

"Memangnya sejak kapan aku jadi anakmu, huh?" cibir Moca dengan nada jahil,"Oh, hampir lupa. Jadi... mungkin Hibiki-senpai sedang bertengkar dengan kakaknya?"

"Bisa jadi,"

"Mungkin saja,"

Seperti biasa, Naoto dan Yusuke menjawabnya bersamaan. Untuk masalah kekompakan, dua orang ini memang tidak terkalahkan menurut Moca.

"Hmm, hmmm, untuk menghibur Hibiki-senpai, gimana kalau kita adakan kemah kecil-kecilan? Besok akhir pekan!" sambil mengeluarkan selebaran dari dalam tasnya, Moca memberi usul.

Diletakkannya selebaran tersebut di tengah meja setelah menggeser vas bunga anyelir. Yusuke dan Naoto menggeser kursi mereka agar bisa membaca isi selebaran. Di sana tertulis salah satu pemilik perkemahan sedang mengadakan soft opening yang jumlah pengunjungnya dibatasi  untuk menikmati arena perkemahan baru mereka. "Hanya dibuka akhir pekan ini? Kenapa kau kasih tahunya mendadak begini?" Naoto mengernyit saat melihat tulisan berwarna merah jambu.

"Kita belum menyiapkan apapun, 'kan? Sepertinya akan sulit kalau mendadak." Timpal Yusuke.

"Apanya yang sulit, hm?" Itu adalah suara Honoka. Rupanya mereka sudah kembali. Dan wajah Hibiki sudah tidak dipenuhi maskara luntur lagi.

"Kemah?" gumam Hibiki saat melihat isi selebaran dari ujung matanya. "Sepertinya menyenangkan."

"Benar! Menyenangkan!" Moca menjentikkan jemari sambil mengedip,"Ah, kita tidak perlu menginap sampai besok. Bagaimana kalau cuma malam ini saja? Menghabiskan waktu di perkemahan semalam suntuk sambil melupakan hal sedih yang terjadi."

"Kita belum menyiapkan apapun, 'kan?" ulang Yusuke. Sengaja, karena ia tahu bebal bisa menular dengan cepat di antara teman-temannya. "Kemah tidak semudah makan lemon cheesecake buatan Honoka."

"Karena Moca bilang hanya semalam saja, sepertinya barang-barang bekas kemah waktu itu yang disimpan di gudang bisa dipakai lagi. Kita tidak perlu bawa baju ganti, bukan? Cukup bawa jaket, selimut, dan alat masak saja? Ada semua kok di gudang." Balas Honoka sambil menarik kursi tambahan agar Hibiki bisa duduk. Bisa dibilang rumah yang merangkap kedai kecil-kecilan miliki keluarga Aoki ini sudah seperti rumah kedua bagi keempat temannya, jadi mereka memutuskan untuk menyimpan barang-barang yang berkaitan dengan kemaslahatan bersama di gudang rumah Honoka.

"Baiklah kalau begitu, aku setuju."

"Hei, jangan lupa beli marshmallow."

"Aku mau cokelat hangat pakai marshmallow!"

Melihat antusias teman-temannya membuat Hibiki tersenyum dan bisa melupakan masalahnya sejenak. Tanpa mereka sadari, ada satu orang lagi yang ikut tersenyum ketika melihat raut wajah Hibiki, dan orang itu adalah Yusuke. Memang benar, Hibiki lebih cocok dengan raut wajah bahagia ketimbang raut wajah sedih.

........

"Wow, ternyata sudah cukup lengkap ya."

"Benar,"

"Ini jauh dari perkiraanku."

"Kalau begitu, kenapa kita susah-payah membawa ini semua?"

"Sudahlah... sudah terlanjur bukan?"

Kelima remaja tanggung itu sempat mematung beberapa waktu di depan tenda yang mereka sewa, karena ternyata sarana dan prasarana yang disiapkan oleh pihak penyelenggara. Tenda lengkap dengan alas dan selimut yang hangat, kursi lipat, meja lipat kecil untuk mengolah makanan, kompor portabel. Moca nyengir, jika bukan karena soft opening, ia yakin mereka semua tidak akan bisa mendapatkan semua ini dengan harga miring. Syukurlah keempat kakaknya setuju dengan idenya.

"Sudah, sudah. Ayo kita rapikan barang yang kita bawa saja." Komando Naoto, pemuda itu sudah berada di dalam tenda untuk meletakkan tas berisi lima selimut dan lima jaket.

"Ah, kayu bakarnya..." bisik Hibiki entah pada siapa ketika melewati outdoor fireplace yang ada di depan mereka dan tidak menemukan tumpukan kayu bakar di sana. "Tidak ada kayu bakar."

"Oh? Benar. Tidak ada kayu bakarnya, guys." Seru Honoka ketika pekerjaannya merapikan bahan makanan sudah selesai dan mendekati Hibiki.

"Aku saja yang mencari," Hibiki mengangkat tangan kanannya. Ia tidak pandai dalam urusan memasak ataupun memancing, jadi satu-satunya hal yang bisa dibanggakan dari dirinya jika mereka berlima mengadakan kemah begini adalah mencari kayu bakar. Dan karena sudah sering berkemah bersama keluarganya sejak kecil, tentu saja kemampuannya dalam mencari kayu bakar dan tanaman-tanaman yang tidak beracun bisa diandalkan.

"Aku ikut," Yusuke menimpali dari balik tenda. Ketika semua mata tertuju padanya, ia menjadi salah tingkah dan mendadak gagap. "A-apa? A-aku hanya tidak ingin Hibiki tersesat."

"Baiklah," Honoka mengangguk. "Kalau begitu, Hibiki dan Yusuke mencari kayu bakar. Naoto yang akan memancing. Aku akan menyiapkan bahan makanan. Dan—"

"Aku akan duduk di sini, jadi anak manis sampai kakak-kakakku selesai dengan pekerjaannya." Sela Moca sambil duduk sok manis di salah satu kursi lipat berwarna merah muda dan tersenyum menggemaskan.

"Enak saja!" Honoka mendengus, kemudian menarik ujung kaus adik kelasnya,"Kau bantu aku menyiapkan bahan makanan."

"Kenapa aku harus asdkahdak..."

Suara Moca jadi terdengar tidak jelas seiring Hibiki dan Yusuke meninggalkan tempat kemah mereka.

........

"Nee, Hibiki," panggil Yusuke, berusaha memecah kesunyian karena sejak tadi mereka berdua hanya sibuk mencari kayu bakar tanpa terlibat percakapan apapun.

"Hm?" Hibiki yang berada beberapa langkah di depannya terlihat berjongkok, sedang memilah-milah ranting pohon yang ia temukan. Gadis itu terlihat cukup kompeten.

"Umm ada yang ingin kubicarakan. Aku ingin buat pengakuan." Dada Yusuke jadi berdebar keras hanya dengan mengatakan kalimat ini.

"Katakan saja, aku akan mendengarkan kok."

Mata Yusuke melebar, semudah itu? 

Ah, jika tahu akan semudah ini, seharusnya ia katakan saja yang sebenarnya sejak beberapa waktu lalu. "Aku... menyukaimu."

Tanpa menoleh, Hibiki tersenyum. "Aku tahu,"

"E-eh? Kau tahu?!" saking kagetnya dengan respon Hibiki, Yusuke hampir saja menjatuhkan seluruh kayu bakar temuannya.

"Tentu saja." Kali ini Hibiki membalikkan badan, kemudian berjalan menuju Yusuke dengan senyum paling manis yang pernah Yusuke lihat. "Kau pikir aku bodoh sampai tidak menyadari ada orang yang menyukaiku, ya?" Yusuke tidak tahu harus merespon seperti apa, karena saat ini Hibiki terdengar percaya diri sekali.

"Tapi maaf, Yusuke." Senyum itu pudar, membuat Yusuke was-was mendengar kalimat lanjutannya. "Aku... sudah punya orang yang kusukai." Ini adalah kalimat yang paling Yusuke tidak ingin dengar.

"Naoto, aku suka pada Naoto." Aku Hibiki sambil menggigit bibir bawahnya. "Maaf ya?"

Hatinya terasa nyeri, tetapi Yusuke tetap berusaha untuk tersenyum. Walau senyumnya jadi terlihat aneh. "Ah, tidak masalah. Aku kan tidak bisa melarangmu suka pada orang lain. Tapi... tolong jangan larang aku untuk berhenti suka padamu, ya? Dan kalau kau ternyata ditolak Naoto, hatiku masih milikmu."

"Terima kasih, Yusuke." Tadinya Hibiki takut, hubungan mereka akan jadi canggung atau bahkan renggang hanya karena pernyataan mendadak ini. Tetapi sepertinya Yusuke jauh lebih dewasa daripada yang ia perkirakan. "Ah, ayo kita kembali, sepertinya kayu bakarnya sudah cukup."

Yusuke mengangguk, kemudian mengekor Hibiki yang memimpin. Begini pun tidak apa-apa, pikirnya. Yang penting Hibiki sudah mengetahui isi hatinya.

.........

HAHHHAHAHAHA. To be very honest, aku nggak tau apakah ini ooc atau enggak since susah sekali mencari ff mereka untuk referensi. Oh, ini terinspirasi dari mv mereka yang run & go dan lagunya belum rilis di spotify orz. Dan kenapa ini terlihat cheesy sekali. WAKARITAI NO NI WAKARANAIIIII =)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Salah Kostum? (Fanfiction Halloween sp)

Terjebak (Fanfiction)

Klandenstin (Fanfiction)