Bittersweet (Fanfiction)
Ketika sedang mengistirahatkan tubuhnya sejenak dan melepas kacamata, Chiaki melihat layar ponselnya menyala. Ada satu pesan masuk di sana, satu pesan masuk yang sama sekali tidak ia duga akan dapatkan setelah kejadian berbulan-bulan lalu.
Hei, apa kabar? Mau makan malam denganku besok?
Begitu isi pesan yang membuat perasaan Chiaki campur aduk seketika. Seharusnya isi pesan tersebut tidak memberikan efek apapun, mengingat saat itu dirinya lah yang memutuskan untuk mundur dari long distance relationship mereka saat kekasihnya tengah menimba ilmu di Amerika. Dan walaupun sudah bertukar janji untuk saling memberi kabar selepas berpisah, nyatanya mereka tidak menepati janji itu.
Tetapi, Chiaki salah. Isi pesannya ternyata memberikan efek yang tidak disangka-sangka.
Un, boleh.
Adalah pesan balasan yang ia kirimkan.
***
Setelah hampir satu jam kebingungan memilih gaun serta printilan lain yang akan dikenakan, akhirnya Chiaki pergi ke restoran yang sudah ditentukan.
"Oh...?"
Begitu melangkah masuk ke dalam restoran, sudah ada Atae Shinjiro yang duduk di salah satu kursi. Pria itu terlihat keren dengan setelan jas biru dongkernya. Sebentar, Chiaki mengerutkan dahi sejenak. Pandangannya beralih pada gaun off-shoulders selutut dan sepatu stiletto yang malam ini melekat di tubuhnya. Biru dongker. Padahal mereka tidak janjian untuk mengenakan pakaian dengan warna sama. Tanpa sadar kekehan kecil lolos dari bibirnya. Rasanya seperti deja vu. Mereka pernah berada di situasi seperti ini, di kencan pertama.
Ah.
Shinjiro terlanjur melihat ke arahnya, dan mata mereka terlanjur bertatapan. Ketika mantan kekasihnya mengulas senyum tipis, Chiaki hanya bisa membalasnya dengan senyum kikuk. Kemudian segera melangkahkan kaki ke tempat Shinjiro berada.
"Silakan duduk, Chiaki-chan," untuk beberapa detik, Chiaki tercekat. Meski dia masih menyisipkan honorifiks 'chan' di belakang nama Chiaki, tapi kali ini pria itu menggunakan bahasa formal. Bukan lagi bahasa nonformal seperti yang lalu. Tentu saja akan begitu, 'kan?
"Hai, arigatou..." lidahnya terasa kelu saat mengucapkan kata selanjutnya,"Atae-kun." Sembari menarik kursi, Chiaki menunjukkan senyum kecil di wajah manisnya. Senyum yang di mata Shinjiro terlihat getir.
I just want to go back, but there's no way back.
Keduanya masih diam seribu bahasa; tidak ada yang berniat untuk memulai percakapan, pun tidak ada yang berniat untuk mencicipi apa yang sudah tersaji di atas meja.
"Ah," Shinjiro memutuskan untuk membuka percakapan karena tidak ingin terus-menerus tenggelam dalam ketidakpastian. Dikeluarkannya sesuatu dari dalam saku, lalu disodorkan ke Chiaki. "Aku ingin kau datang ke pernikahanku."
Chiaki merasa tidak baik-baik saja setelah Shinjiro dengan gamblang mengatakan hal tersebut. Diliriknya undangan pernikahan di atas meja, terdapat satu nama asing di sana. Satu nama yang seharusnya bisa saja menjadi miliknya jikalau mau bersabar. Tetapi, bubur sudah tidak bisa kembali menjadi nasi. Chiaki berusaha mengulas senyum selebar mungkin, untuk menutupi rasa sakitnya. "Hee, kekkon omedetou. I'm happy for you, Atae-kun. Oh, haruskah mulai sekarang aku memanggilmu Atae-san?"
"Arigatou, Chiaki-chan. And I hope you'll find someone better than me."
Dengan suara beratnya yang terdengar seksi, Shinjiro membalas kalimat Chiaki. Sejujurnya ia merasa agak kecewa karena respon Chiaki tidak seperti yang diharapkan. Tetapi, kemudian ia sadar kalau mereka berdua sudah beranjak dewasa dan tidak mungkin bertindak kekanakan semacam "Tidak boleh! Cuma aku yang pantas menjadi istrimu! Ini pasti pernikahan politik, 'kan? Kau pasti tidak mencintai calon istrimu, 'kan? Nee, ayo kita kawin lari!". Kepalanya digelengkan pelan,"Atae-kun de ii yo," ia sama sekali tidak keberatan jika nama panggilannya tidak berubah.
"Ah, kalau begitu lebih baik kita coba makanannya." Lanjutnya, sambil mempersilakan Chiaki untuk mencicipi menu yang malam ini ia pesan. Menu yang sama dengan menu kencan pertama mereka.
"Hai," Chiaki menjawabnya dengan mantap, walau sejujurnya pelupuk matanya terasa berat. Setelah ini mungkin ia harus menemui Misako, lalu menangis sampai perasaannya terasa lega di pangkuan sahabatnya itu.
Ahh, if it can come true, let us start from when we didn't even know each other's names.
I want to make a brand new start all over again with you.
Komentar
Posting Komentar